mikrobiologi pertambangan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Pertambangan
menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan tanah.
Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilangkan
fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap
karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang batubara juga
mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan
drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat.
baik, dan mengandung sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila
tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.
Lahan bekas
tambang merupakan lahan sisa hasil proses pertambangan baik berupa tambang
emas, timah, maupun batubara. Pada lahan pasca tambang biasanya ditemukan
lubang-lubang dari hasil penambangan dengan lapisan tanah yang mempunyai
komposisi dan warna berbeda. Misalnya, ada lapisan tanah berpasir yang
berseling dengan lapisan tanah liat, tanah lempung atau debu. Ada pula lapisan
tanah berwarna kelabu pada lapisan bawah, berwarna merah pada bagian tengah dan
berwarna kehitam-hitaman pada lapisan atas. Degradasi pada lahan bekas tambang
meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah
spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbentuknya kanopi (area
tutupan) yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan
mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang menyenangkan.
Dengan kata lain, bahwa kondisi lahan terdegradasi memiliki tingkat kesuburan
yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik.
Reklamasi
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan.
Reklamasi adalah kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi
fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor, pembuatan waduk untuk
perbaikan kualitas air masam tambang yang beracun, yang kemudian dilanjutkan
dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan
kondisi fisik, kimia dan biologis tanah tersebut. Namun upaya perbaikan dengan
cara ini masih dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum
kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan
tambang. Oleh karena itu aplikasi lain untuk memperbaiki lahan bekas tambang
perlu dilakukan, salah satunya dengan mikroorganisme.
Upaya
perbaikan lahan bekas tambang merupakan hal yang sangat mendesak dilakukan. Hal
ini karena sistem perbaikan (reklamasi) lahan yang sudah ada masih dilaksanakan
secara konvensional, yaitu dengan menanami areal bekas tambang tersebut dengan
tumbuhan. Upaya perbaikan dengan cara ini dirasakan kurang efektif, hal ini
karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim,
termasuk bekas lahan tambang. Teknologi alternatif perbaikan lahan bekas
tambang menggunakan mikroorganisme terutama jamur (fungi) merupakan hal yang
sangat menarik dan penting dilakukan. Hal ini karena jamur memiliki
keistimewaan, selain adaptif terhadap berbagai kondisi tanah juga kemampuannya
dalam menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam
tanah, atau dengan kata lain.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk
mengetahui bentuk, sifat dan peranan
mikroba dibidang pertambangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pertambangan selalu mempunyai dua
sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak
lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sudah tidak
diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun.
Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat
merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit
bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji
tanbang dari batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para
penambang pada umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat
mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan.
2.1
PERANAN MIKROBA TERHADAP PERTAMBANGAN
Mikroba merupakan
organisme yang mempunyai niche yang sangat sempit sehingga sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan. Kerentanan tersebut memacu mikroba bermutasi
untuk bertahan pada kondisi lingkungan yang baru. Banyak mikroba ditemukan menghuni
lahan-lahan yang tercemar logam berat seperti pada lahan bekas tambang. Mikroba
memainkan banyak peran, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan bagi
manusia pada lahan-lahan bekas tambang. Di satu sisi mikroba tanah dapat
memperburuk keadaan lahan misalnya mikroba yang berperan sebagai biokatalisator
AMD tetapi sebagian dari mereka aktif mereduksi logam-logam menjadi tidak
tersedia, sebagian lagi membantu pertumbuhan tanaman sehingga proses revegetasi
menjadi lebih baik. Secara terperinci peranan mikroba tersebut diuraikan
sebagai berikut:
1.
Penanganan
limbah pertambangan dengan menggunakan mikroba
Kelompok bahan galian metalliferous
antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan.
Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa,
bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian
untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer,
kapur, traprock, travertine, dan granite.
Energi batu bara merupakan jenis
energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai
polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang timbul
akibat pembakaran batubara tersebut sehingga mampu menimbulkan hujan asam.
Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan
pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga
menyebabkan perubahan aroma masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar
dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau
minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan).
Penyingkiran sulfur pada batubara
dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi, dan biologis.
Penyingkiran sulfur secara biologis atau biodesulfurisasi adalah metode penyingkiran
sulfur dengan menggunakan mikroba yang paling murah dan paling sederhana. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu:
temperatur, pH, medium nutrisi, konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran
partikel, komposisi medium, kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan
surfaktan, serta interaksi dengan mikroorganisme lain.
Alternatif yang paling aman dan
ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara
mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus
thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih
mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki
kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus
thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh
pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.
Bakteri Thiobacillus ferrooxidans
adalah Bakteri gram negatif aerobik khemolitotrofik Bakteri berbentuk batang.
Merupakan bakteri saprofit, yaitu bakteri yang hidupnya dari sisa-sisa
organisme mati atau sampah, Thiobacillus adalah warna, dengan kutub flagella
bakteri. Mereka memiliki sebuah besi oxida, yang memungkinkan mereka untuk
memetabolisme ion besi. Thiobacillus ferrooxidans adalah bakteri di udara.
bakteri thermophilic, memilih dari suhu 45-50 derajat Celcius. Selain itu, dan
bakter acidophilic, memilih sebuah pH dari 1,5 menjadi 2.5. Beberapa spesies,
namun hanya tumbuh dalam pH netral.
2.
Sebagai Pemacu Tanaman
Melakukan Proses Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan istilah yang dikhususkan pada proses
bioremediasi yang dilakukan oleh tumbuhan. Salah satu mekanisme tanaman dalam
melakukan fitoremediasi adalah memfasilitasi aktivitas mikroba dalam tanah
melalui pembentukan asosiasi sehingga hal ini dikenal dengan istilah
fitostimulasi. Untuk mengoptimalkan proses fitoremediasi, tumbuhan menstimulasi
aktivitas mikroba tanah dalam mendegradasikan logam-logam. Untuk menarik
mikroba supaya mende-kati akar dan berasosiasi dengan tumbuh-an maka akar
mengeluarkan eksudat akar yang umumnya berupa protein, asam-asam organik atau
senyawa lain yang di-perlukan oleh mikroba . Mikroba akan bergerak mendekati
akar dan ini dikenal dengan istilah kemotaksis. Contohnya adalah tanaman legum
yang mengeluarkan flavonoid yang dapat merangsang terjadinya asosiasi antara tanaman
legum dengan bakteri rhizobium. Beberapa genus rhizobium didapatkan mempunyai
peranan dalam proses biore-mediasi logam pada lahan-lahan yang ter-cemar karena
mereka mempunyai enzim metalothionin
Dengan demikian, peranan mikroba tanah dalam membantu proses fitoremediasi
adalah menyediakan lingkungan yang optimal sehingga bibit dapat tumbuh dan
memainkan perannya secara optimal atau membantu peningkatan penyerapan logam
tanpa tanaman menderita keracunan. Hal ini akan mempercepat penghilangan (removal)
logam-logam dari lingkungan tersebut sehingga kualitas lingkungan akan menjadi
lebih baik.
3. Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan
mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi
terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan
beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang
disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi,
dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan
akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Bioremediasi juga adalah proses
pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur,
bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Bioremediasi pada lahan terkontaminasi
logam berat didefinisikan sebagai proses membersihkan (clean up) lahan
dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau dengan
menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora) maupun
makroorganisme (tumbuhan).
Bioremidiasi tanah tercemar logam
berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri pereduksi logam berat
sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan
kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat.
Cendawan ektomikoriza dapat
meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan melalui akumulasi
logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan “extrahyphae slime”. sehingga mengurangi
serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian, tidak semua mikoriza dapat
meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena
masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan
mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan
tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam tersebut
oleh sekresi hifa ekternal.
4.
Mikroorganisme
sebagai pemisah logam dari bijinya
Thiobacillus ferrooxidans adalah
salah satu dari spesies khemolititrof (bakteri pemakan batuan) yang berperan
dalam mengekstrak berbagai jenis logam. Khemolitotrof memperoleh energinya dari
oksidasi zat organik karena dapat mengekstrak karbon secara langsung dari
karbondioksida di atmosfer. Thiobacillus
ferrooxidans digunakan untuk memperoleh kembali logam (dan uranium) dari
bijih logam dan uranium berkualitas rendah. Misalnya bila larutan yang
mengandung ion besi (Fe3+) dicuci melalui endapan senyawa tembaga yang tidak
dapat larut, logam dioksidasi menjadi senyawa yang dapat larut. Dalam proses
ini, (Fe3+) direduksi menjadi Fe2+. Fe3+ dapat dioksidasi kembali menjadi Fe3+
oleh Thiobacillus ferrooxidans.
Tembaga yang bisa larut kemudian pindah keluar dari bijih dan diperoleh kembali
sebagai logam murni yang berkualitas tinggi.
Pada 1957,
berhasil dikembangkan teknik pemisahan logam dari bijinya dengan
menggunakan jasa bakteri. Bakteri yang dapat memisahkan logam dari
bijihnya adalah Thiobacillus ferooxidans
yang berasal dari hasil oksidasi senyawa anorganik khususnya senyawa besi dan
belerang. Bakteri ini termasuk jenis bakteri khemolitotrop
atau bakteri pemakan batuan. Bakteri khemolitotrop
tumbuh subur pada lingkungan yang miskin senyawa organik, karena mampu
mengekstrak karbon langsung dari CO2 di atmosfer.
Proses pemisahan logam dari bijihnya
berlangsung sebagai berikut.
Bakteri Thiobacillus ferooxidans mengoksidasi
senyawa besi belerang (besi sulfida) di sekelilingnya. Proses ini membebaskan
sejumlah energy yang digunakan untuk membentuk senyawa yang
diperlukannya. Selain energi, proses oksidasi tersebut juga menghasilkan
senyawa asam sulfat dan besi sulfat yang dapat menyerang batuan di
sekitarnya serta melepaskan logam tembaga dari bijihnya. Jadi, aktivitas Thiobacillus
ferooxidans akan mengubah logam sulfida yang tidak larut dalam air
menjadi logam sulfat yang larut dalam air. Proses pemisahan logam dari bijihnya
secara besar-besaran dapat dijelaskan sebagai berikut. Bakteri ini secara alami
terdapat di dalam larutan peluluh. Penambang tembaga akan menggerus batu
pengikat logam dan akan menyimpannya ke dalam lubang tempat buangan. Kemudian,
mereka menuangkan larutan asam sulfat ke tempat buangan tersebut. Saat larutan
peluruh mengalir melalui dasar tempat buangan, larutan peluluh akan mengandung
tembaga sulfat. Selanjutnya, penambang akan menambah logam besi ke dalam
larutan peluluh. Tembaga sulfat akan bereaksi dengan besi membentuk besi sulfat
yang mampu memisahkan logam dari bijinya. Secara umum, Thiobacillus ferooxidans membebaskan logam dari bijih tembaga
dengan cara bereaksi dengan besi dan belerang yang melekat pada batuan sehingga
batuan mengandung senyawa besi dan belerang, misalnya FeS2. Saat larutan
peluluh mengalir melalui batu pengikat bijih,bakteri mengoksidasi ion Fe2+ dan
mengubahnya menjadi Fe3+. Unsur belerang yang terdapat dalam senyawa FeS2 dapat
bergabung dengan ionH+ dan molekul O2 membentuk asam sulfat (H2SO4). Bijih yang
mengandung tembaga dan belerang, misalnya CuS, ion Fe3+ akanmengoksidasi ion
Cu+ menjadi tembaga divalen atau Cu2+. Selanjutnya, bergabung dengan ion sulfat
(SO4 2-) yang diberikan oleh asam sulfat untuk membentuk CuSO4. Dengan cara
tersebut, bakteri tersebut mampu menghasilkan tembaga kelas tinggi. Selain itu,
bakteri pencuci, seperti Thiobacillus juga dapat digunakan
untuk memperoleh logam berkualitas tinggi, seperti emas, galiu, mangan,
kadmium, nikel, dan uranium.
5. Bakteri yang dapat menghasilkan Emas
para ilmuwan telah menemukan beberapa
jenis bakteri yang memiliki kemampuan semacam legenda sentuhan emas Raja Midas,
yakni mampu menghasilkan butiran emas. Bakteri yang bernama Cupriavidus
metallidurans ini berhasil diidentifikasi oleh Frank Reith dari Australian
National University dan rekan-rekannya sebagai denominator umum di antara
bakteri dari sebuah biofilm organik kering yang ditemukan pada permukaan
butiran emas yang dikumpulkan dari sebuah taman dan tambang emas di selatan New
South Wales dan utara Queensland, Australia.
Reith kemudian mengisolasi dan menumbuhkan
lebih banyak bakteri di laboratorium dan menggunakan pemindaian mikroskop
elektron untuk mengamati endapan emas yang dihasilkan oleh mikroba tersebut.
Hasilnya, bakteri ini hanya butuh delapan jam untuk membentuk butiran kecil
emas. Emas yang ditemukan berada dalam ikatan dengan pirit dalam kuarsa dan
arsenopirit. Dia menegaskan bahwa bakteri ini memainkan peranan penting dalam
pembentukan gumpalan emas ini. Dan dia yakin bahwa butiran emas tersebut bukan
terbentuk karena beberapa proses kimia atau proses yang lainnya. Masih belum
diketahui secara persis bagaimana proses bakteri ini dalam mengendapkan butiran
emas. Tetapi ada kemungkinan bahwa kemampuan unik bakteri yang dulunya bernama Ralstonia
metallidurans ini adalah salah satu mekanisme pertahanan yang dimiliki oleh hewan sederhana ini
untuk bertahan dalam lingkungan yang mengandung sejumlah emas di dalamnya. Mikroba ini akan
menyingkirkan emas dari lingkungan terdekatnya sebagai bagian dari upaya untuk
proses detoksifikasi (menetralisir racun). Karena, bagi beberapa
mikro-organisme termasuk Cupriavidus metallidurans, beberapa jenis unsur
logam seperti emas merupakan racun dan dapat membahayakan bahkan membunuh
sebagian besar bakteri.
Temuannya
ini yang diterbitkan dalam jurnal Science, dan dapat dijadikan sebagai peluang
untuk mengolah biji emas dengan lebih ramah lingkungan. Karena seperti kita
ketahui, sekarang proses pengolahan untuk mendapatkan biji emas sangat
mencemari lingkungan karena menggunakan zat merkuri (air raksa) dalam
prosesnya. Sehingga kedepannya diharapkan bakteri ini dapat menjawab
permasalahan tersebut bahkan dapat membuat proses penambangan untuk
menghasilkan emas menjadi lebih mudah.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ø Pertambangan
menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan tanah.
Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilangkan
fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap
karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu.
Ø Bioremediasi
juga adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon
dioksida dan air).
Ø Mikroorganisme
bermanfaat dalam pertambangan karena alasan-alasan berikut:
1. Tidak
merusak lingkungan dibandingkan pengolahan dengan bahan kimia
2. Lebih
banyaknya mineral yang dapat menggunakan mikroorganisme dalam pengolahannya.
Mikroorganisme mampu mengumpulkan mineral dari bijih yang hanya mengandung
sedikit mineral. Bijih miskin mineral ini tidak layak diproses secara
konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. http
://goblog06. blogspot.com /2010/05/ pemanfaatan-bakteri-pereduksi-sulfat_02.html. di akses 25 maret 2013.
Anonim, 2013. http://agrica.wordpress.com/2009/01/09/memperbaiki-lahan-bekas-tambang-dengan-mikroorganisme. di akses 25 maret 2013.