Kamis, 02 Mei 2013

mikrobiologi pertambangan  


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Pertambangan menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang batubara juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.
Lahan bekas tambang merupakan lahan sisa hasil proses pertambangan baik berupa tambang emas, timah, maupun batubara. Pada lahan pasca tambang biasanya ditemukan lubang-lubang dari hasil penambangan dengan lapisan tanah yang mempunyai komposisi dan warna berbeda. Misalnya, ada lapisan tanah berpasir yang berseling dengan lapisan tanah liat, tanah lempung atau debu. Ada pula lapisan tanah berwarna kelabu pada lapisan bawah, berwarna merah pada bagian tengah dan berwarna kehitam-hitaman pada lapisan atas. Degradasi pada lahan bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbentuknya kanopi (area tutupan) yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang menyenangkan. Dengan kata lain, bahwa kondisi lahan terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik.
Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan. Reklamasi adalah kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor, pembuatan waduk untuk perbaikan kualitas air masam tambang yang beracun, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah tersebut. Namun upaya perbaikan dengan cara ini masih dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan tambang. Oleh karena itu aplikasi lain untuk memperbaiki lahan bekas tambang perlu dilakukan, salah satunya dengan mikroorganisme.
Upaya perbaikan lahan bekas tambang merupakan hal yang sangat mendesak dilakukan. Hal ini karena sistem perbaikan (reklamasi) lahan yang sudah ada masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu dengan menanami areal bekas tambang tersebut dengan tumbuhan. Upaya perbaikan dengan cara ini dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan tambang. Teknologi alternatif perbaikan lahan bekas tambang menggunakan mikroorganisme terutama jamur (fungi) merupakan hal yang sangat menarik dan penting dilakukan. Hal ini karena jamur memiliki keistimewaan, selain adaptif terhadap berbagai kondisi tanah juga kemampuannya dalam menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah, atau dengan kata lain.


1.2  TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui bentuk, sifat dan peranan mikroba dibidang pertambangan.









BAB II
PEMBAHASAN

Pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang dari batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan.

2.1 PERANAN MIKROBA TERHADAP PERTAMBANGAN

Mikroba merupakan organisme yang mempunyai niche yang sangat sempit sehingga sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Kerentanan tersebut memacu mikroba bermutasi untuk bertahan pada kondisi lingkungan yang baru. Banyak mikroba ditemukan menghuni lahan-lahan yang tercemar logam berat seperti pada lahan bekas tambang. Mikroba memainkan banyak peran, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan bagi manusia pada lahan-lahan bekas tambang. Di satu sisi mikroba tanah dapat memperburuk keadaan lahan misalnya mikroba yang berperan sebagai biokatalisator AMD tetapi sebagian dari mereka aktif mereduksi logam-logam menjadi tidak tersedia, sebagian lagi membantu pertumbuhan tanaman sehingga proses revegetasi menjadi lebih baik. Secara terperinci peranan mikroba tersebut diuraikan sebagai berikut:

1.    Penanganan limbah pertambangan dengan menggunakan mikroba
Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.
Energi batu bara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang timbul akibat pembakaran batubara tersebut sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan).
Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi, dan biologis. Penyingkiran sulfur secara biologis atau biodesulfurisasi adalah metode penyingkiran sulfur dengan menggunakan mikroba yang paling murah dan paling sederhana. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH, medium nutrisi, konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium, kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan surfaktan, serta interaksi dengan mikroorganisme lain.
Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.
Bakteri Thiobacillus ferrooxidans adalah Bakteri gram negatif aerobik khemolitotrofik Bakteri berbentuk batang. Merupakan bakteri saprofit, yaitu bakteri yang hidupnya dari sisa-sisa organisme mati atau sampah, Thiobacillus adalah warna, dengan kutub flagella bakteri. Mereka memiliki sebuah besi oxida, yang memungkinkan mereka untuk memetabolisme ion besi. Thiobacillus ferrooxidans adalah bakteri di udara. bakteri thermophilic, memilih dari suhu 45-50 derajat Celcius. Selain itu, dan bakter acidophilic, memilih sebuah pH dari 1,5 menjadi 2.5. Beberapa spesies, namun hanya tumbuh dalam pH netral.


2.    Sebagai Pemacu Tanaman Melakukan Proses Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan istilah yang dikhususkan pada proses bioremediasi yang dilakukan oleh tumbuhan. Salah satu mekanisme tanaman dalam melakukan fitoremediasi adalah memfasilitasi aktivitas mikroba dalam tanah melalui pembentukan asosiasi sehingga hal ini dikenal dengan istilah fitostimulasi. Untuk mengoptimalkan proses fitoremediasi, tumbuhan menstimulasi aktivitas mikroba tanah dalam mendegradasikan logam-logam. Untuk menarik mikroba supaya mende-kati akar dan berasosiasi dengan tumbuh-an maka akar mengeluarkan eksudat akar yang umumnya berupa protein, asam-asam organik atau senyawa lain yang di-perlukan oleh mikroba . Mikroba akan bergerak mendekati akar dan ini dikenal dengan istilah kemotaksis. Contohnya adalah tanaman legum yang mengeluarkan flavonoid yang dapat merangsang terjadinya asosiasi antara tanaman legum dengan bakteri rhizobium. Beberapa genus rhizobium didapatkan mempunyai peranan dalam proses biore-mediasi logam pada lahan-lahan yang ter-cemar karena mereka mempunyai enzim metalothionin
Dengan demikian, peranan mikroba tanah dalam membantu proses fitoremediasi adalah menyediakan lingkungan yang optimal sehingga bibit dapat tumbuh dan memainkan perannya secara optimal atau membantu peningkatan penyerapan logam tanpa tanaman menderita keracunan. Hal ini akan mempercepat penghilangan (removal) logam-logam dari lingkungan tersebut sehingga kualitas lingkungan akan menjadi lebih baik.
3.    Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Bioremediasi juga adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora) maupun makroorganisme (tumbuhan).
Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat.
Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan “extrahyphae slime”. sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian, tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal.

4.    Mikroorganisme sebagai pemisah logam dari bijinya
Thiobacillus ferrooxidans adalah salah satu dari spesies khemolititrof (bakteri pemakan batuan) yang berperan dalam mengekstrak berbagai jenis logam. Khemolitotrof memperoleh energinya dari oksidasi zat organik karena dapat mengekstrak karbon secara langsung dari karbondioksida di atmosfer. Thiobacillus ferrooxidans digunakan untuk memperoleh kembali logam (dan uranium) dari bijih logam dan uranium berkualitas rendah. Misalnya bila larutan yang mengandung ion besi (Fe3+) dicuci melalui endapan senyawa tembaga yang tidak dapat larut, logam dioksidasi menjadi senyawa yang dapat larut. Dalam proses ini, (Fe3+) direduksi menjadi Fe2+. Fe3+ dapat dioksidasi kembali menjadi Fe3+ oleh Thiobacillus ferrooxidans. Tembaga yang bisa larut kemudian pindah keluar dari bijih dan diperoleh kembali sebagai logam murni yang berkualitas tinggi.
Pada 1957, berhasil dikembangkan teknik pemisahan logam dari bijinya dengan  menggunakan jasa bakteri. Bakteri yang dapat memisahkan logam dari bijihnya adalah Thiobacillus ferooxidans yang berasal dari hasil oksidasi senyawa anorganik khususnya senyawa besi dan belerang. Bakteri ini termasuk jenis bakteri khemolitotrop atau bakteri pemakan batuan. Bakteri khemolitotrop tumbuh subur pada lingkungan yang miskin senyawa organik, karena mampu mengekstrak karbon langsung dari CO2 di atmosfer.
Proses pemisahan logam dari bijihnya berlangsung sebagai berikut.
Bakteri Thiobacillus ferooxidans mengoksidasi senyawa besi belerang (besi sulfida) di sekelilingnya. Proses ini membebaskan sejumlah energy yang digunakan untuk  membentuk senyawa yang diperlukannya. Selain energi, proses oksidasi tersebut juga menghasilkan senyawa asam sulfat  dan besi sulfat yang dapat menyerang batuan di sekitarnya serta melepaskan logam tembaga dari bijihnya. Jadi, aktivitas Thiobacillus ferooxidans akan mengubah logam sulfida yang tidak larut dalam air menjadi logam sulfat yang larut dalam air. Proses pemisahan logam dari bijihnya secara besar-besaran dapat dijelaskan sebagai berikut. Bakteri ini secara alami terdapat di dalam larutan peluluh. Penambang tembaga akan menggerus batu pengikat logam dan akan menyimpannya ke dalam lubang tempat buangan. Kemudian, mereka menuangkan larutan asam sulfat ke tempat buangan tersebut. Saat larutan peluruh mengalir melalui dasar tempat buangan, larutan peluluh akan mengandung tembaga sulfat. Selanjutnya, penambang akan menambah logam besi ke dalam larutan peluluh. Tembaga sulfat akan bereaksi dengan besi membentuk besi sulfat yang mampu memisahkan logam dari bijinya. Secara umum, Thiobacillus ferooxidans membebaskan logam dari bijih tembaga dengan cara bereaksi dengan besi dan belerang yang melekat pada batuan sehingga batuan mengandung senyawa besi dan belerang, misalnya FeS2. Saat larutan peluluh mengalir melalui batu pengikat bijih,bakteri mengoksidasi ion Fe2+ dan mengubahnya menjadi Fe3+. Unsur belerang yang terdapat dalam senyawa FeS2 dapat bergabung dengan ionH+ dan molekul O2 membentuk asam sulfat (H2SO4). Bijih yang mengandung tembaga dan belerang, misalnya CuS, ion Fe3+ akanmengoksidasi ion Cu+ menjadi tembaga divalen atau Cu2+. Selanjutnya, bergabung dengan ion sulfat (SO4 2-) yang diberikan oleh asam sulfat untuk membentuk CuSO4. Dengan cara tersebut, bakteri tersebut mampu menghasilkan tembaga kelas tinggi. Selain itu, bakteri pencuci, seperti Thiobacillus juga dapat digunakan untuk memperoleh logam berkualitas tinggi, seperti emas, galiu, mangan, kadmium, nikel, dan uranium.

5.    Bakteri yang dapat menghasilkan Emas
para ilmuwan telah menemukan beberapa jenis bakteri yang memiliki kemampuan semacam legenda sentuhan emas Raja Midas, yakni mampu menghasilkan butiran emas. Bakteri yang bernama Cupriavidus metallidurans ini berhasil diidentifikasi oleh Frank Reith dari Australian National University dan rekan-rekannya sebagai denominator umum di antara bakteri dari sebuah biofilm organik kering yang ditemukan pada permukaan butiran emas yang dikumpulkan dari sebuah taman dan tambang emas di selatan New South Wales dan utara Queensland, Australia.
Reith kemudian mengisolasi dan menumbuhkan lebih banyak bakteri di laboratorium dan menggunakan pemindaian mikroskop elektron untuk mengamati endapan emas yang dihasilkan oleh mikroba tersebut. Hasilnya, bakteri ini hanya butuh delapan jam untuk membentuk butiran kecil emas. Emas yang ditemukan berada dalam ikatan dengan pirit dalam kuarsa dan arsenopirit. Dia menegaskan bahwa bakteri ini memainkan peranan penting dalam pembentukan gumpalan emas ini. Dan dia yakin bahwa butiran emas tersebut bukan terbentuk karena beberapa proses kimia atau proses yang lainnya. Masih belum diketahui secara persis bagaimana proses bakteri ini dalam mengendapkan butiran emas. Tetapi ada kemungkinan bahwa kemampuan unik bakteri yang dulunya bernama Ralstonia metallidurans ini adalah salah satu mekanisme pertahanan yang dimiliki oleh hewan sederhana ini untuk bertahan dalam lingkungan yang mengandung sejumlah emas di dalamnya. Mikroba ini akan menyingkirkan emas dari lingkungan terdekatnya sebagai bagian dari upaya untuk proses detoksifikasi (menetralisir racun). Karena, bagi beberapa mikro-organisme termasuk Cupriavidus metallidurans, beberapa jenis unsur logam seperti emas merupakan racun dan dapat membahayakan bahkan membunuh sebagian besar bakteri.
Temuannya ini yang diterbitkan dalam jurnal Science, dan dapat dijadikan sebagai peluang untuk mengolah biji emas dengan lebih ramah lingkungan. Karena seperti kita ketahui, sekarang proses pengolahan untuk mendapatkan biji emas sangat mencemari lingkungan karena menggunakan zat merkuri (air raksa) dalam prosesnya. Sehingga kedepannya diharapkan bakteri ini dapat menjawab permasalahan tersebut bahkan dapat membuat proses penambangan untuk menghasilkan emas menjadi lebih mudah.


BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ø Pertambangan menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu.
Ø Bioremediasi juga adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Ø Mikroorganisme bermanfaat dalam pertambangan karena alasan-alasan berikut:
1.      Tidak merusak lingkungan dibandingkan pengolahan dengan bahan kimia
2.      Lebih banyaknya mineral yang dapat menggunakan mikroorganisme dalam pengolahannya. Mikroorganisme mampu mengumpulkan mineral dari bijih yang hanya mengandung sedikit mineral. Bijih miskin mineral ini tidak layak diproses secara konvensional.








DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. http ://goblog06. blogspot.com /2010/05/ pemanfaatan-bakteri-pereduksi-sulfat_02.html. di akses 25 maret 2013.